Welcome

HWAITING!!!!!!!!!!!!!



Sunday 3 October 2010

FRAKTUR PADA ANAK

I. Fraktur
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
B. Etiologi: 
• (Oswari E, 1993)
 
  1. Kekerasan langsung
  2. Kekerasan tidak langsung
  3. Kekerasan akibat tarikan otot (jarang terjadi). Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
• Barbara (1996), 
  1. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan).
  2. Fraktur patofisiologik.
  3. Patah oleh karena letih.
C. Klasifikasi



·   Berdasarkan sifat fraktur( hubungan dengan dunia luar ). 
  1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
  2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Derajat patah tulang terbuka :
Derajat I         : Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokal fragmen minimal.
Derajat II        : Laserasi > 2 cm, kontusi otot dan sekitarnya., dislokasi fragmen jelas.
Derajat III       : Laserasi  lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan sekitar.
Fraktur komunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang.
Berdasarkan derajat kerusakan tulang. 
  1. Fraktur Komplit : bila patahan tulang terpisah satu dengan lainnya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat
  2. Fraktur Inkomplit,
• Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma. 
  1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
  2. Fraktur Oblik: arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
  3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
  4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
  5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
• Berdasarkan jumlah garis patah. 
  1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
  2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
  3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
• Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. 
  1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
  2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang


D. Manisfestasi Klinis
  1. Nyeri
  2. Deformitas
  3. Krepitasi
  4. Bengkak
  5. Peningkatan temperatur lokal
  6. Pergerakan abnormal
  7. Echymosis
  8. Kehilangan fungsi
  9. Kemungkinan lain.

II. Fraktur Pada Anak
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.
Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis.

A. Anatomi dan Fisiologi 
Gambar 1. Bagian-bagain dari tulang immatur

Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis.
 Epifisis                        : merupakan bagian paling atas dari tulang panjang,
Metafisis           : merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis,
Diafisis                         : merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang dewasa, yaitu :
· Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.
· Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.
· Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.

Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :
- Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.
- Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi.
- Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

B. Etiologi 
1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.

C. Klasifikasi 
Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis, klinis dan fraktur yang khusus pada anak.
1. klasifikasi Radiologi
- Fraktur Buckle atau torus
- Tulang melengkung
- Fraktur green-stick
- Fraktur total

2. Klasifikasi Anatomis
- Fraktur epifisis
- Fraktur lempeng epifisis
- Fraktur metafisis
- Fraktur diafisis

3. Klasifikasi Klinis
- Traumatik
- Patologik
- Stress

4. Fraktur khusus pada anak
- Fraktur akibat trauma kelahiran
Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong.
- Fraktur salter-Haris



Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis.
Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.


D. Patoflow






























E. Manifestasi Klinis
- Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.
- Krepitasi.
- Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
- Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

F. Penatalaksanaan
I. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

II. Terapi Operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis.
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya :
- Fraktur talus.
- Fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :
- Fraktur avulsi.
- Fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
- Fraktur Monteggia.
- Fraktur Galeazzi.
- Fraktur antebrachii.
- Fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :
- Fraktur caput radii pada orang dewasa.
- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti.
III. Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :
-Pembidaian
-Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
-Menghentikan perdarahan besar dengan klem
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma.
Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).





III. ASKEP FRAKTUR PADA ANAK




1. Pengkajian pada Pasien Fraktur
pengkajian fraktur tibia dan fibula meliputi :
- Aktivitas/istirahat
Tanda  : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
- Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
- Neurosensori
Gejala  :   Hilang gerak/sensasi,spasme otot
- Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal,
pemendakan,ratotasi,krepitasi (bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi).
- Nyeri/kenyamanan
Gejala                 :     Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada ara jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.

2. Diagnosa
  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan fraktur/trauma.
  2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang neuromuskuler.
  3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan alat fiksasi invasive.

3. Perencanaan
Diagnosa 1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan fraktur/trauma.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi wajah pasien rilek.
Intervensi  :        a . Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips,    spalek, traksi
b . Meninggikan dan melapang  bagian kaki yang fraktur
c . Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tanda-tanda nyeri non verbal
d.   Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional :      a. Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dis lokasi tulang dan perluasan luka pada  jaringan.
b.   Meningkatkan aliran darah, mengurangi edema dan mengurangi rasa nyeri.
c.   Mempengaruhi penilaian intervensi, tingkat kegelisahan mungkin akibat dari presepsi/reaksi terhadap nyeri.
d.   Diberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa II Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang neuromuskuler.
Tujuan                  : ekstremitas yang rusak dapat digerakkan.
Kreteria hasil        : Pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri
Intervensi              :   a.  Kaji tingkat mobilitas yang bisa dilakukan pasien
b. Anjurkan gerak aktif pada ekstremitas yang sehat
c. Pertahankan penggunaan spalek dan elastis verban
Rasional    :           a. Mengetahui kemandirian pasien dalam mobilisasi
b. Rentang gerak meningkatkan tonus atau kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan
c.   Mempertahankan imobilisasi pada tulang yang patah.
Diagnosa III. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan alat fiksasi invasive.
Tujuan                   : Tidak terjadi adanya infeksi
Kreteria hasil         : Tidak ditemu-kan tanda-tanda infeksi seperti : rubor, tumor, dolor, kolor.
Intervensi  :
a.   Kaji tanda vital dan tanda infeksi.
b. Ganti balutan luka secara septik aseptik setiap hari
c.   Anjurkan  pasien untuk menjaga kebersihan.
Rasional  :
a.   Mengetahui keadaan umum pasien dan dugaan adanya infeksi.
b.   Meminimalkan infeksi sekunder dari alat yang digunakan.
c.   Untuk mencegah kontaminasi adanya infeksi


DAFTAR PUSTAKA
Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993,

Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal, FKUGM, Yogyakarta,

Bruner & Suddarth, 2001. keperawatan medikal bedah,edisi 8. Jakarta :EGC

Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997,

Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC, Jakarta, 1994,

Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996,

Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue Ujung Pandang, 1998,

Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995,

Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997,
Barbara Engran, Perawatan Medikal Bedah, Volume III
E. Oswari, Bedah dan Perawatannya
MarylinnE. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatanb, Edisi 3
R. Sjamsuhidayat dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah

Sylvia Anderson Price,
 Patofisiologi, Edisi 2 bagian 2

Mehlman. Physeal Fracture. Kocher (Editor). www.emedicine.com. Last update : sept 6, 2007