Welcome

HWAITING!!!!!!!!!!!!!



Wednesday 30 June 2010

ASKEP APPENDICITIS


BAB I
LANDASAN TEORY APPENDICITIS
A. Definisi
Appendiks adalah : Organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
Appendicitis adalah : suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal ( long, Barbara C, 1996 hal 228 )
Appendicitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Appendicitis, 2007)
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Appendicitis, 2007)
Appendicitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Appendicitis, 2007).
B. Klasifikasi
Klasifikasi appendicitis terbagi atas 2 yakni :
Appendicitis akut, dibagi atas: Appendicitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendicitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Appendicitis kronis, dibagi atas: Appendicitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendicitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Appendiks
a. Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
b. Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
c. Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari ujung inferiornya. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol pada apek caecum sepanjang 4,5 cm. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama. Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis x, karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan pada appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi maka appendiks akan mengalami gangren.

2. Fisiologi Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
D. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi Yaitu :
a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
§ Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
§ Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
§ Adanya benda asing seperti biji – bijian.
§ Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks.
1. Appendik yang terlalu panjang.
2. Messo appendiks yang pendek.
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks,
4. Kelainan katup di pangkal appendiks.
E. Epidemiologi
Appendicitis aku dinegara maju lebih tinggi daripadadi negara berkembang namun dalam tiga – empat dasawarsa terjadi peningkatan.kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari – hari, pada laki – laki dan perempuan pada umumnya sebanding kecuali pada umur 20 – 30 tahun insiden pada laki – laki lebih tinggi. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertnggi terjadi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun.
F. Patofisiologi
Penyebab utama appendicitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendicitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendicitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendicitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendicitis kronis (Junaidi ).
G. Manisfestasi klinis
Appendicitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
1. Mual, muntah.
2. Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan sering kali muntah.
3. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.
4. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare.
5. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah.
6. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
7. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Appendicitis, 2007)

H. Test Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas annamnesa ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting adalah :
1. Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar keperut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri
b. Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney
2. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrate
d. Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosaappendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma

I. Diagnosa Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah – pindah. Hiperperistaltik merupakan merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak – anak, biasanya didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal yang penting.
Enteritis regional, amubiasis,ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang – kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.

J. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut :
1. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
2. Abses hati
3. Septi kemia
K. Penatalaksanaan
a. Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
b. Terapi bedah
appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
c. Terapi antibiotic, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.
BAB II
ASKEP APPENDICITIS
A. Pengkajian
a.
Identitas klien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku/Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Pendapatan :
Alamat :
nomor register :

b. Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku/Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Pendapatan :
Alamat :

c. Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
d. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang
e. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

f. Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
g. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
h. Aktivitas/istirahat : Malaise.
i. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
j. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.

k. Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
l. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.

m. Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
B. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
No
Rencana Asuhan Keperawatan
Rasionalisasi
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Intervensi
1q1.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah.
Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
Criteria hasil:
Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
1. Monitor tanda-tanda vital.
2. Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
3. Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
  1. Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia
  2. : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
  3. Untuk meminimalkan hilangnya cairan
2.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
1. lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
2. Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
3. Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
4. HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
  1. Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
  2. Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
  3. Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
  4. Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
3.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal
Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
2. Anjurkan pernapasan dalam.
3. Lakukan gate control.
4. Beri analgetik.
  1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya
  2. Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
  3. Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
  4. Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
4.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya
1. Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
2. Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
3. Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
1. Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
2. Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
3. Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
1. Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien.
2. Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.
3. Timbang berat badan sesuai indikasi.
4. Beri makan sedikit tapi sering.
5. Anjurkan kebersihan oral sebelum makan.
6. Tawarkan minum saat makan bila toleran.
7. Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
8. Memberi makanan yang bervariasi.
1. menganalisa penyebab melaksanakan intervensi
2. Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
3. Mengawasi keefektifan secara diet.
4. Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
6. Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
7. Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
8. Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
6.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan.
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

1. Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
2. Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
3. Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
4. Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
5. Bimbing keluarga / istri klien memandikan.
6. Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
1. Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
2. Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
3. Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene
4. Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
5. Agar keterampilan dapat diterapkan
6. Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

C. Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Appendicitis
a. klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
b. klien dapat terhidar dari bahaya infeksi
c. rasa nyeri akan dapat teratasi
d. klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Appendicitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Appendicitis, 2007).
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertnggi terjadi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun. Appendicitis dapat diobati dengan cara Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendicitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Dafar Pustaka
Doenges. Marylinn E. 2000. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.
Schwartz, Seymour. 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2. Jakarta: EGC.
http://www.ns-nining.blogspot.com/.../asuhan-keperawatan-apendisitis.html

KHITANAN MASAL


hohoho,,,,sweet memorryyyy at hollywood,,,,kayu agung maksud nuh...hoho

Tuesday 29 June 2010

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN






Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut :
  • menerima makanan (Mulut)
  • memecah makanan menjadi zat-zat gizi (Mulut, Tenggorokan, Kerongkongan & Lambung)
  • menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah (Usus)
  • membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

Gbr: Anatomi Mulut
Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
  • lendir
  • asam klorida (HCl)
  • prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Pankreas
Pankraes merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar :
  • Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
  • Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
Hati
Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
Kandung Empedu & Saluran Empedu
Empedu memiliki 2 fungsi penting :
  • membantu pencernaan dan penyerapan lemak
  • berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol
Usus Besar
Usus besar terdiri dari :
  • Kolon asendens (kanan)
  • Kolon transversum
  • Kolon desendens (kiri)
  • Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

ASKEP PADA PASIEN CA COLORECTAL

BAB I

Ca KOLOREKTAL


A. Pengertian


Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia , kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rectum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
Asendens : 25 %
Transversa : 10 %
Desendens : 15 %
Sigmoid : 20 %
Rectum : 30 %


Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira – kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal.


B. Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi yang penting adalah adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal ( seperti juga divertikulosis ) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitive ( Afrika ) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt ( 1971 ) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1.Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2.Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3.Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4.Penyebaran secara transperitoneal
5.Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.


Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasi lagi.

C. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1.Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2.Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3.Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4.Penyebaran secara transperitoneal
5.Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal tanpa keterlibatan nodus limfe.
Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasi lagi.

D. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.


E. Pemeriksaan Diagnostik
The American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan rectal manual setiap tahun bagi orang dengan usia di atas 40 tahun, sample feses untuk menilai adanya darah setiap tahun setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi setiap 3 – 5 tahun setelah usia 50 tahun, yang mengikuti pemeriksaan dengan dua kali hasil negative setiap tahunnya. Rekomendasi ini adalah untuk orang – orang yang asimtomatik, dan evaluasi lebih sering pada individu yang diketahui mempunyai factor – factor resiko yang lebih tinggi. Sebanyak 60 % dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi.

F. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
Reseksi segmental dengan anastomosis
Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kuarang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN Ca KOLOREKTAL


A. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
Perasaan lelah
Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi )
Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan BB.
Pengkajian objekif meliputi :
Auskultasi abdomen terhadap bising usus
Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan utama

Pasien dengan tipe Ca Colon mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini:

  1. Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
  2. Ketidakefektifan koping individu s.d gangguan konsep diri.

2. Diagnosa keperawatan tambahan

  1. Nyeri s.d obstruksi tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ yang lainnya.
  2. Gangguan pemeliharaan kesehatan s.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
  3. Ketidakefektifan koping keluarga : Kompromi s.d gangguan pada peran, perubahan gaya hidup dan ketakutan pasien terhadap kematian.
  4. Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d program diagnosa.
  5. Ketakutan proses penyakit
  6. Ketidakberdayaan s.d penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya.
  7. Gangguan pola sexual s.d gangguan konsep diri.

C. INTERVENSI/IMPLEMENTASI
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk mejalani pembedahan.
2.Menghilangkan Nyeri
Analgesic diberikan sesuai resep
Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan institusi mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
Berikan antiemetik sesuai indikasi
Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan mencegah distensi abdomen
Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan oleh pasien.
Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.
Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang kecemasan berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan selama periode pra op dan mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien akan lebih senang jika diperbolehkan untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.
7.Mencegah Infeksi
Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.

Intervensi Keperawatan Pasca Operatif
1.Perawatan Luka
Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam untuk mengurangi tegangan pada tepi insisi.
Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan cermat untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang diangkat secara bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang terkelupas selama beberapa minggu. Proses ini juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga kali sehari.
Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan

D. EVALUASI
Perawat mengevaluasi penyediaan perawatan untuk pasien dengan kanker colorektal. Hasil yang di harapkan adalah meliputi bagaimana pasien akan :
· Mendemonstrasikan penyembuhan dari proses operasi dengan mengembalikan fungsi gastrointestinal dengan pernafasan yang stabil, sistem kardiovaskuler dan sistem ginjal kembali normal.
· Mendemonstrasikan perawatan luka, dan apabila di aplikasikan perawatan kolostomi dengan bantuan yang minimal.
· Mendemonstrasikan cara koping yang efektif dengan merasionalkan diagnosa kanker dan perawatannya.

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

http:www.scribd.com/.../ASUHAN-KEPERAWATAN-KLIEN-DENGAN-CARSINOMA-COLON-CA-COLON.html di akses pada jum’at 23 oktober

http:www.ilmukeperawatan.com/askep.html


http:www.kerjakarir.info/.../Kumpulan+Askep:+Askep+Ca

http:www.dxportal.com/stats/.../250169-askep-ca-colon.html

http:www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_penyakit_bedah.html


http:www.hidayat2.wordpress.com/2009/07/14/askep-ca-colon.html r