BAB I
LANDASAN TEORY APPENDICITIS
A. Definisi
Appendiks adalah : Organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
Appendicitis adalah : suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal ( long, Barbara C, 1996 hal 228 )
Appendicitis adalah : suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal ( long, Barbara C, 1996 hal 228 )
Appendicitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Appendicitis, 2007)
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Appendicitis, 2007)
Appendicitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Appendicitis, 2007).
Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Appendicitis, 2007)
Appendicitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Appendicitis, 2007).
B. Klasifikasi
Klasifikasi appendicitis terbagi atas 2 yakni :
Appendicitis akut, dibagi atas: Appendicitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendicitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Appendicitis kronis, dibagi atas: Appendicitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendicitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Klasifikasi appendicitis terbagi atas 2 yakni :
Appendicitis akut, dibagi atas: Appendicitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendicitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Appendicitis kronis, dibagi atas: Appendicitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendicitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Appendiks
a. Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
b. Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
c. Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
a. Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
b. Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
c. Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari ujung inferiornya. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol pada apek caecum sepanjang 4,5 cm. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama. Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis x, karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan pada appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi maka appendiks akan mengalami gangren.
2. Fisiologi Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
2. Fisiologi Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
D. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi Yaitu :
a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
§ Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
§ Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
§ Adanya benda asing seperti biji – bijian.
§ Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks.
1. Appendik yang terlalu panjang.
2. Messo appendiks yang pendek.
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks,
4. Kelainan katup di pangkal appendiks.
a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
§ Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
§ Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
§ Adanya benda asing seperti biji – bijian.
§ Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks.
1. Appendik yang terlalu panjang.
2. Messo appendiks yang pendek.
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks,
4. Kelainan katup di pangkal appendiks.
E. Epidemiologi
Appendicitis aku dinegara maju lebih tinggi daripadadi negara berkembang namun dalam tiga – empat dasawarsa terjadi peningkatan.kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari – hari, pada laki – laki dan perempuan pada umumnya sebanding kecuali pada umur 20 – 30 tahun insiden pada laki – laki lebih tinggi. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertnggi terjadi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun.
F. Patofisiologi
Penyebab utama appendicitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendicitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendicitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendicitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendicitis kronis (Junaidi ).
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendicitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendicitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendicitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendicitis kronis (Junaidi ).
G. Manisfestasi klinis
Appendicitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
1. Mual, muntah.
2. Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan sering kali muntah.
3. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.
4. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare.
5. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah.
6. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
2. Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan sering kali muntah.
3. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.
4. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare.
5. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah.
6. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
7. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Appendicitis, 2007)
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Appendicitis, 2007)
H. Test Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas annamnesa ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting adalah :
1. Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar keperut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri
b. Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney
2. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrate
d. Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosaappendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma
I. Diagnosa Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah – pindah. Hiperperistaltik merupakan merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak – anak, biasanya didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal yang penting.
Enteritis regional, amubiasis,ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang – kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.
J. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut :
1. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
2. Abses hati
3. Septi kemia
K. Penatalaksanaan
a. Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
b. Terapi bedah
a. Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
b. Terapi bedah
appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
c. Terapi antibiotic, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.
c. Terapi antibiotic, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.
BAB II
ASKEP APPENDICITIS
A. Pengkajian
a. Identitas klien
a. Identitas klien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku/Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Pendapatan :
Alamat :
nomor register :
b. Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku/Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Pendapatan :
Alamat :
c. Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
d. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang
e. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
f. Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
g. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
h. Aktivitas/istirahat : Malaise.
i. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
j. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
k. Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
l. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
m. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
No
|
Rencana Asuhan Keperawatan
|
Rasionalisasi
| ||
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
| ||
1q1.
|
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah.
|
Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
Criteria hasil:
Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
|
1. Monitor tanda-tanda vital.
2. Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
3. Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
|
|
2.
|
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
|
Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
|
1. lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
2. Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
3. Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
4. HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
|
|
3.
|
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal
|
Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
|
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
2. Anjurkan pernapasan dalam.
3. Lakukan gate control.
4. Beri analgetik.
|
|
4.
|
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
|
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya
|
1. Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
2. Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
3. Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
|
1. Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
2. Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
3. Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
|
5.
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
|
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
|
1. Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien.
2. Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.
3. Timbang berat badan sesuai indikasi.
4. Beri makan sedikit tapi sering.
5. Anjurkan kebersihan oral sebelum makan.
6. Tawarkan minum saat makan bila toleran.
7. Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
8. Memberi makanan yang bervariasi.
|
1. menganalisa penyebab melaksanakan intervensi
2. Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
3. Mengawasi keefektifan secara diet.
4. Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
6. Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
7. Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
8. Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
|
6.
|
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan.
|
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
|
1. Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
2. Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
3. Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
4. Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
5. Bimbing keluarga / istri klien memandikan.
6. Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
|
1. Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
2. Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
3. Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene
4. Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
5. Agar keterampilan dapat diterapkan
6. Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
|
C. Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Appendicitis
a. klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Appendicitis
a. klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
b. klien dapat terhidar dari bahaya infeksi
c. rasa nyeri akan dapat teratasi
d. klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Appendicitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Appendicitis, 2007).
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertnggi terjadi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun. Appendicitis dapat diobati dengan cara Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendicitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Dafar Pustaka
Doenges. Marylinn E. 2000. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta : EGC.
Schwartz, Seymour. 2000, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2. Jakarta : EGC.
http://www.ns-nining.blogspot.com/.../asuhan-keperawatan-apendisitis.html
No comments:
Post a Comment