Thursday, 31 March 2011
Friday, 18 March 2011
LIEA's WorlD: WAHAM
LIEA's WorlD: WAHAM: "BAB I TINJAUAN PUSTAKA I.1 Definisi Waham Waham adalah keyakinan t..."
WAHAM
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 Definisi
Waham
Waham adalah keyakinan tentang suatu
pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan
intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan
berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau
tidak benar secara umum. (Tim Keperawatan PSIK FK UNSRI, 2005 dalam Sely, 2010).
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,(1999) dalam Flyingdutchman ( 2011 ))
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,(1999) dalam Flyingdutchman ( 2011 ))
Waham
adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam
kenyataan (Harold I, 1998 dalam Sely, 2010)
Waham adalah kepercayaan yang salah
terhadap objek dan tidak konsisten dengan latar belakang intelektual dan budaya
(Rawlins, (1993) dalam muhaj (2011))
Waham dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika, individu tidak mau melepaskan wahamnya, walaupun telah tersedia cukup bukti-bukti yang objektif tentang kebenaran itu. Biasanya waham digunakan untuk mengisi keperluan atau keinginan-keinginan dari penderita itu sendiri. (muhaj, 2011)
Waham dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika, individu tidak mau melepaskan wahamnya, walaupun telah tersedia cukup bukti-bukti yang objektif tentang kebenaran itu. Biasanya waham digunakan untuk mengisi keperluan atau keinginan-keinginan dari penderita itu sendiri. (muhaj, 2011)
Menurut muhaj (2011) Waham merupakan suatu
cara untuk memberikan gambaran dari berbagai problem sendiri atau
tekanan-tekanan yang ada dalam kepribadian penderita biasanya:
a. Keinginan yang tertekan.
b. Kekecewaan dalam berbagai harapan.
c. Perasaan rendah diri.
d. Perasaan bersalah.
e. Keadaan yang memerlukan perlindungan terhadap ketakutan.
a. Keinginan yang tertekan.
b. Kekecewaan dalam berbagai harapan.
c. Perasaan rendah diri.
d. Perasaan bersalah.
e. Keadaan yang memerlukan perlindungan terhadap ketakutan.
Jadi kesimpulanya waham adalah keyakinan
yang salah dan menetap dan selalu dikemukakan berulang-ulang.
I.2 Jenis-Jenis waham
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal “Ideas of reference” yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal “Ideas of reference” yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.
I.3 Etiologi
Salah satu penyebab dari perubahan proses
pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan
merasa gagal mencapai keinginan. (flyingdutchman, 2011 )
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya waham (Keliat, B.A.(1998) dalam Muhaj (2011) adalah:
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak / SSp. yang menimbulkan.
1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal, temporal dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi seperti penolakan dan kekerasan.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham seperti kemiskinan. Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) serta kehidupan yang terisolasi dan stress yang menumpuk.
Faktor prespitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan karakteristik umum latar belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik / emosional, perlakuan kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan yang perfeksionis, tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya.
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya waham (Keliat, B.A.(1998) dalam Muhaj (2011) adalah:
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak / SSp. yang menimbulkan.
1) Hambatan perkembangan otak khususnya kortek prontal, temporal dan limbik.
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b. Psikososial
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi seperti penolakan dan kekerasan.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi timbulnya waham seperti kemiskinan. Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) serta kehidupan yang terisolasi dan stress yang menumpuk.
Faktor prespitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan karakteristik umum latar belakang termasuk riwayat penganiayaan fisik / emosional, perlakuan kekerasan dari orang tua, tuntutan pendidikan yang perfeksionis, tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya.
I.4 Manifestasi
klinik
1. Kognitif
:
- Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
- Individu sangat percaya pada keyakinannya
- Sulit berfikir realita
- Tidak mampu mengambil keputusan
- Afektif
- Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
- Afek tumpul
3. Prilaku dan Hubungan Sosial
- Hipersensitif
- Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
- Depresif
- Ragu-ragu
- Mengancam secara verbal
- Aktifitas tidak tepat
- Streotif
- Impulsive
- Curiga
4.
Fisik
- Higiene kurang
- Muka pucat
- Sering menguap
- BB menurun
- Nafsu makan berkurang dan sulit tidur
I.5. Proses terjadinya
Waham
Menurut Sely, 2010 proses terjadinya waham
sebagai berikut:
- Individu diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak menyenangkan.
- Individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas yang menyalahartikan kesan terhadap kejadian
- Individu memproyeksikan pikiran, perasaan dan keinginan negative atau tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal
- Individu memberikan pembenarn atau interpretasi personal tentang realita pada diri sendiri atau orang lain.
I.6. Rentang Respon
Respon
Adaptif
Respon Maldaptif
1. Pikiran
logis
1.
Kadang-kadang proses pikir
1. Gangguan proses
Terganggu.
pikir waham
2. Persepsi
akurat 2.
Ilusi
2. Kesukaran proses
emosi
3. Emosi konsisten
3 . Emosi berlebihan atau kurang 3. Perilaku tidak
dengan pengalaman
terorganisir
4. Perilaku
cocok 4. Perilaku tidak
biasa
4.
Isolasi sosial
5. Hubungan sosial 5.
Menarik diri
harmonis
I.7
Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan harus
secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran
mental. Tetapi jangan memandang klien dengan waham pada gangguan skizofrenia ini
sebagai pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan
inferior bila sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang
praktis. Biar pun klien tidak sembuh sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan
yang baik dapat ditolong untuk bekerja sederhana di rumah ataupun di luar
rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien diberi penjelasan
(manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
BAB II
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Waham
II.1 Pengkajian
- Aktivitas dan istirahat
Gangguan tidur, bangun lebih awal,
insomnia, dan hiperaktivitas.
- Higiene
Kebersihan personal kurang, terlihat
kusut/ tidak terpelihara.
- Integritas ego
- Dapat timbul dengan ansietas berat, ketidakmampuan untuk rileks, kesulitan yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.
- Mengekspresikan persaaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang diterima, dan kurang percaya pada orang lain. Menunjukkan kesulitan koping terhadap stres, menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai.
- Neurosensori
Mengalami
emosi dan prilaku kongruen dengan sistem keyakinan/ketakutan bahwa diri ataupun
orang terdekat berada dalam bahaya karena diracuni atau diinfeksi, mempunyai
penyakit, merasa tertipu oleh pasangan individu, dicurangi oleh orang lain,
dicintai atau mencintai dari jarak jauh.
·
Keamanan
Dapat menimbulkan prilaku
berbahaya/menyerang
·
Interaksi sosial
Kerusakan bermakna dalam fungsi
sosial/perkawinan
Umumnya bermasalah dengan hukum.
·
Faktor predisposisi
- Genetik : diturunkan
- Neurobiologis : adanya
gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik
- Neurotransmiter : abnormalitas
pada dopamin ,serotonin ,dan glutamat.
- Virus : paparan virus influinsa
pada trimester III
- Psikologi : ibu pencemas ,terlalu
melindungi ,ayah tidak peduli.
·
Faktor presipitasi
- Proses pengolahan informasi yang
berlebihan
- Mekanisme penghantaran listrik yang
abnormal
-
Adanya gejala pemicu
·
Mekanisme Waham
-
Waham Agama : Percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan supranatural
atau alat supranatural
- Waham Somatik :
Percaya adanya gangguan pada bagian tubuh
- Waham Kebesaran : Percaya
memiliki kehebatan atau kekuatan luar biasa
- Waham Curiga :
Kecurigaan yang berlebihan atau irasional dan tidak percaya dengan orang
lain
- Waham Siar Pikir : Percaya
bahwa pikirannya disiarkan ke dunia luar
- Waham Sisip Pikir : Percaya
ada pikiran orang lain yang masuk dalam pikirannya
- Waham Kontrol Pikir : Merasa
perilakunya dikendalikan oleh pikiran orang lain
·
Mekanisme Koping
- Regresi
- Proyeksi
- Menarik diri
- Pada keluarga : mengingkari
II.2 Pohon Masalah dan Analisa Data
a. Pohon Masalah
Sumber: muhaj (2011)
b. Analisa Data
Data
|
Masalah
|
Data Objektif :
|
Kerusakan
komunikasi verbal
|
Data Subjektif
:
Data
Objektif :
|
Perubahan
proses pikir : waham
|
Data Subjektif
:
Data Objektif
:
|
Gangguan
konsep diri berhubungan dengan harga diri rendah
|
II.2 Masalah Keperawatan
1.
Kerusakan komunikasi verbal
2.
Perubahan isi pikir: waham kebesaran
3. Gangguan konsep diri
(harga diri rendah)
II.4 Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan Komunikasi verbal b.d
waham kebesaran
2. perubahan isi pikir: waham kebesaran
b.d HDR
II.5 Rencana Tindakan Keperawatan
Kerusakan Komunikasi verbal b.d waham kebesaran
TUM : Klien dapat mengontrol
wahamnya sehingga komunikasi verbal dapat berjalan dengan baik
TUK 1 : Klien dapat
Membina Hubungan Saling Percaya
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya:
- Salam terapetik, perkenalan diri,
- Jelaskan tujuan interaksi,
- Ciptakan lingkungan yang tenang,
- Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu)
- Jangan membantah dan mendukung klien
- Kata-kata perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima
- Kata-kata perawat tidak mendukung disertai ”sukar bagi saya untuk mempercayainya” disertai ekspresi ragu tapi empati
- Tidak membicarakan isi waham klien
2. Yakinkan klien
dalam keadaan aman dan terlindung
- Anda berada di tempat yang aman, kami akan menerima anda
- Gunakan keterbukaan dan kejujuran
- Jangan tinggalkan klien sendirian
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan
yang dimiliki
Intervensi :
- Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistik
- Diskusikan dengan klien tentang kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistik, hati-hati terlibat dengan waham
- Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan aktifitas sehari-hari) kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini
- Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada.
- Perawat perlu memperlihatkan bahwa klien penting
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi
Intervensi
- Obsrvasi kebutuhan sehari-hari klien
- Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik secara di rumah dan di RS (rasa takut, ansietas, marah)
- Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
- Tingkat aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (aktivitas dapat dipilih dan dibuat jadwal bersama dengan klien)
- Atur situai agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya
TUK 4 : Klien dapat b.d realitas (realitas:
diri, orang lain, tempat, waktu)
Intervensi :
- Berbicara dengan klien dalam konteks realitas
- Sertakan klien dalam TAK :TAK Orientasi Realita
- Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
Diagnosa kep.2. Perubahan isi
pikir: waham kebesaran b.d HDR
TUM : Klien dapat meningkatkan
harga dirinya sehingga mampu mengendalikan wahamnya
TUK 1 : Klien dapat
Membina Hubungan Saling Percaya
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan :
·
Salam terapetik,
perkenalan diri,
·
Jelaskan tujuan
interaksi,
·
Ciptakan lingkungan
yang tenang,
·
Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu)
TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang
menyebabkan harga diri rendah (HDR)
Intervensi :
·
Kaji pengetahuan klien
tentang HDR
·
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang penyebab
HDR
·
Diskusikan dengan
klien tentang HDR serta penyebab dan akibat yang mungkin muncul
·
Beri penguatan positif pada kemampuan klien dalam mengungkapkan
pendapatnya tentang HDR
·
Bantu klien mengidentifikasi aspek positif tentang perasaannya
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimilikinya
Intervensi :
·
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
·
Hindarkan pemikiran penilaian negative, utamakan memeberikan pujian
realistis
TUK 4 : Klien dapat menerapkan dan merencanakan
kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
Intervensi :
·
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
dengan kemampuannya
·
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan kondisi klien
·
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien
TUK 5 : Keluarga dapat membantu klien
untuk berperilaku adaptif terhadap lingkungan
Intervensi :
·
Diskusikan dengan
keluarga tentang bentuk dukungan yang perlu diberikan pada klien dengan HDR
·
Diskusikan dengan keluarga tentang cara merawat dan menghadapi klien dengan
HDR
Daftar pustaka
Flyingdutchman, 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PROSES PIKIR
( WAHAM ) online (file:///C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/jiwa/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-waham.html
)
Harnawatiaj, 2008
Muhaj, 2011
Askep
Waham online (file:///C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/jiwa/askep-waham.html
)
Priyanta, 2011
Waham
online (http://blog.priyanta.com/waham/#more-55)
Sely, 2010
Laporan
Pendahuluan (Askep) Gangguan Proses Pikir : WAHAM online (http://sely-biru.blogspot.com/2010/08/laporan-pendahuluan-askep-gangguan.html#ixzz1GyrwwojG)
Asuhan keperawatan pada klien waham (http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/37e919c84d2b28548ba1329a0a0f311be30998a7.pdf)
Monday, 14 March 2011
ATRESIA ANI
BAB I
TINNJAUAN PUSTAKA
I.1 Definisi
Menurut Betz (2002)
dalam hidayat (2009) Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal
sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya
Purwanto (2001) dalam
hidayat (2009) Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
Atresia Ani merupakan
kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L.
Wong, 520 : 2003).
Atresia ani adalah suatu Istilah digunakan untuk menggambarkan keadaan
saluran anorectal yang abnormal (harnawatiaj, 2008)
Atresia berasal dari bahasa
Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah
kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak
lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia
ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya
Menurut Ladd dan Gross
(1966) dalam hidayat (2009) anus
imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah
atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
I.2
Klasifikasi
Menurut Ajibarang ( 2008 ) Secara fungsional, pasien atresia ani dapat
dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan
dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula
eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi
perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar,
dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa
fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme
apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
sub kelompok anatomi yaitu :
1.
Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
2.
Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah
tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada
posisi yang normal.
3.
Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis
dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls
genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak
antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi
Wingspread (1984) dalam Ajibarang (2008) atresia ani dibagi 2 golongan yang
dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi
4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan
fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel
tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke
vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan
kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus
dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5
kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia
rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan
kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat
penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila
penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia
rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika
udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki
dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus,
fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan,
tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara.
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan
yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang
fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal,
tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus,
lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi
feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila
tidak ada fistel dan pada invertogram udara
1. Saluran anus atau rektum
bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat
2. Terdapatnya suatu membran
tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran
anus.
3. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung
yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang
seharusnya terbentuk lekukan anus)
4. Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang
terpisah,pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung
buntu.
5. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang
normal dengan otot puborektalis yangmemiliki
fungsi sangat penting dalam proses defekasi,dikenal sebagaiklasifikasi
melboume.
6. Kelainan letak rendah Rektum telah menembus "lebator sling"
sehingga sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal
contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang
seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak
dianterior lokasi anus yang normal).
7. Rektum berupa kelainan
letak tengah Di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan
anus (anal dimple) yang cukup dalam. Namun,pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering
terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra
pars bulbaris.
8. Kelainan letak tinggi. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi
laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan.
Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan
fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk
fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini
menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula
tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan
fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran
cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai
fistula
9. Kelainan bawaan anus juga
dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi
10. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital
I.3 Etiologi
Menurut hidayat (2009) Atresia dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
Menurut blog (2009) secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada
sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus
umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun
demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut
peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini
mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30%
anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital
lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan
rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus
urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum
urorektal yang memisahkannya.
I.4 Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang
dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury
dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada
kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada
uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan
fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.
I.5 Patoflow
I.6 Manifestasi Klinis
Menurut Nining (2008) gejala yang
timbul:
1.
Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
2.
Tinja keluar dari vagina atau uretra
3.
Perut menggembung
4.
Muntah
5.
Tidak bisa buang air
besar
6.
Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula
7.
Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah,
gangguan cairan elektrolit dan asam basa.
I.7
Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis perjalanan penyakit
yang khas dan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya merupakan kunci
diagnosis pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis ialah
pemeriksaan radiologik dengan enema barium. disini akan terlihat gambaran klasik
seperti daerah transisi dari lumen sempit kedaerah yang melebar. pada foto 24
jam kemudian terlihat retensi barium dan gambaran makrokolon pada hirschsprung
segmen panjang. Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari
tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik
dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf yang menebal pada
pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. ( Nining, 2008)
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium.
Pada bayi dengan kelainan tipe
satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau anus ektopik sering
mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang ringan, bayi
sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah lahir. Megakolon
sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna bagian
bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja.
Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu
kecil untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam
stelah lahir. Didaerah anus seharusnya terentukpenonjolan membran tipis yang
tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik
membran tersebut. Kelainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya
terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih
banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda
adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh
keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra. Diagnosis keempat dapat
terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus yang normal
namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Mnifestasi obstruksi usus
terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan
mekonium.Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur. (Nining,
2008)
I.8
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngustiyah (1997) dalam hidayat (2009))
I.9.
Penatalaksanaan
Menurut Nining (2008)Penanganan
secara preventif antara lain:
1. Kepada ibu hamil hingga
kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan,
makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
2. Mmeriksa lubang dubur bayi
saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui
mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan
tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan
pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
1.
melakukan pemeriksaan
colok dubur
2.
melakukan pemeriksaan
radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak
ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam
keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit
ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda
diletakkan pada daerah lakukan anus.
3. melakukan tindakan kolostomi
neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
4. pada stenosis yang berat perlu
dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau
speculum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi
sendiri dirumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6 bulan sampai daerah
stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
5. melakukan operasi anapelasti
perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada
kelainan tipe dua.
6. pada kelainan tipe tiga
dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
7. melakukan pembedahan
rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) operasi
anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan) pendekatan sakrum
setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. penanganan tipe empat
dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal
pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:
a. mengatasi obstruksi usus
b. memungkinkan pembedahan
rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan
operasi yang bersih
c. memberi kesempatan pada
ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan
bawaan yang lain.
Pada kasus atresia ani atau
anus imperforata ini pengobatannya dilakukan dengan jalan operasi. Teknik
terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto
Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong
pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal
Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus
membuka dinding perut. (Nining, 2008)
Subscribe to:
Posts (Atom)