Welcome

HWAITING!!!!!!!!!!!!!



Monday, 7 February 2011

KOMUNIKASI TERAPEUTIK



BAB I
PENDAHULUAN


            Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.         
            Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.


BAB II
KOMUNIAKSI TERAPEUTIK
1. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI   
            Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. 
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal. 
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.           

2. KOMPONEN KOMUNIKASI TERAPEUTIK 
            Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid, 1998) :    
a.Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.         
b.Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
c.Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.     
d.Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.    
e.Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
            Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).
a.Kejujuran (trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.   

b.Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.           

c.Bersikap positif
 Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.           
d.Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.    

e.Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.  

f.Menerima klien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.        

g.Sensitif terhadap perasaan klien
 Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.

           
h.Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
 Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.           
3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK          

            Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian        
            Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:     
a. Pandang klien ketika sedang bicara  
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.          
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.      

2. Menunjukkan penerimaan    
            Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.      
b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.         
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.      
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)   

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.      
            Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.           

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.      
            Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
Contoh:
- K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”     
- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”      

5. Klarifikasi    
            Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.       
Contoh:
- “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”      
- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”           

6. Memfokuskan         
            Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.      
Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.     

7. Menyampaikan hasil observasi         
            Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.         
Contoh:
- “ Anda tampak cemas”.         
- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”         

8. Menawarkan informasi         
            Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.     

9. Diam           
            Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .    

10. Meringkas 
            Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.        
Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”         

11. Memberikan penghargaan  
            Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.    
Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”     
Contoh:
- “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”          
- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.      

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab.

12. Menawarkan diri   
            Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.    
            Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.      
Contoh:
- “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”           
- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”     
- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”           

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan       
            Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan          
Contoh:
- “…..teruskan…..!”    
- “…..dan kemudian….?         
- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”         

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.   
            Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.      
Contoh:
- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.        
- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.     

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya           
            Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.           
Contoh:
- “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”    
- “Apa yang sedang terjadi”.    

17. Refleksi     
            “Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.  
Contoh:
K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”    
P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”           
K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.   
P: “Ini menyebabkan anda marah”.       

Dimensi tindakan      
            Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.           

1. Konfrontasi 
            Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:          
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)        
b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien         
c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan 
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.           

3. Keterbukaan perawat          
            Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien         

4. Katarsis emosional   
            Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.   

5. Bermain peran         
            Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.


BAB III         
Aplikasi Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan di Ruang OK

Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal.
Kegiatan keperawatan memerlukan komunikasi yang meliputi
1.      Timbang terima
Pada saat timabang terima diperlukan komunikasi jelas tentang kebutuhan klien terhadap apa yang sudah dan yang belum diintervensi serta respon pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang terima dengan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di dekat pasien.
2.       Interview/anamnesis
Anamnesis adalah kegiatan yang selalu dilakukan oleh perawat terhadap pasien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan (proses keperawatan). Interview adalah suatu komunikasi dengan tujuan tertentu untuk memperoleh data tentang keadaan klien. Hal tersebut diperlukan untuk mengetahui masalah yang dihadapi pasien dan menentukan tindakan yang tepat. Oleh karena interview bersifat terencana maka data yang didapatkan harus akurat dan tanpa bias.
3.       komunikasi melalui komputer
Komputer adalah suatu alat komunikasi yang cepat dan akurat pada manajemen keperawatan saat ini. Melalui komputer informasi-informasi terbaru dapat cepat didapatkan dengan cara mengakses informasi dari internet.
4.      komunikasi tentang kerahasiaan 
Pasien yang masuk dalam pelayanan kesehatan, menyerahkan rahasia dan memiliki rasa percaya kepada institusi. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilemma dalam menyimpan rahasia pasien. Di satu sisi perawat membutuhkan informasi dengan menghubungkan apa yang dikatakan klien dengan orang lain, di satu sisi harus memegang janji untuk tidak menyampaikan informasi tersebut kepada siapapun.

5.      komunikasi melalui sentuhan
Komunikasi melalui sentuhan pada pasien meruapakan metode dalam mendekatkan hubungan antara pasien dengan perawat. Setuhan yang diberikan oleh perawatjuga dapat berperan sebagai terapi bagi pasien, khususnya pasien dengan depresi, kecemasan, kebimbangan dalam mengambil suatu keputusan.

6.      komunikasi dalam pendokumentasian
Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk memvalidasi asuhan keperawatan sarana komuniksai antartim kesehatan, dan merupakan dokumentasi pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan oleh perawat.
7.      komunikasi perawat dengan profesi lainnya. 

SIKAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK     
            Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :    
1.Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.     
2.Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.      
3.Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.      
4.Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.       
5.Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.           
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.    
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.          
           
Hambatan Komunikasi Terapeutik.      
            Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.       

1.Resisten.
            Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.      

2.Transferens.
            Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.         

3.Kontertransferens.
            Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.           
            Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.
Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik di ruangan OK.  

            Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai strategi pada setiap tahapan komunikasi terapeutik sesuai dengan pemicu 1 yaitu antara perawat A dan Ny. S yang merupakan klien post-operasi.   

a.Fase preinteraksi       
            Fase pra-interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).
Strategi komunikasi yang harus dilakuakn perawat A dalam tahapan ini adalah:
a. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan Ny. S.    
b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.   
c. Mengumpulkan data dan informasi tentang Ny. S dari keluarga terdekatnya.  
d. Merencanakan pertemuan pertama dengan Ny.S dengan bersikap positif dan menghindari prasangka buruk terhadap klien di pertemuan pertama.
b.Fase orientasi           
            Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan perawat pada saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien. Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).
Strategi yang dapat dilakukan perawat A dalam tahapan ini adalah:
*      Membina rasa saling percaya dengan menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka terhadap Ny.S dengan tidak membebani diri dengan sikap Ny.S yang melakukan penolakan diawal pertemuan.
*      Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama. Perawat A dapat menanyakan kepada keluarga Ny.S mengenai topik pembicaraan yang mungkin akan menarik bagi Ny.S.
*      Mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka. Ketika Ny.S diam saja atau memalingkan muka, perawat A bisa menanyakan apakah Ny.S merasakan sakit dan apa yang membuat Ny.S merasa tidak nyaman.
*      Merumuskan tujuan interaksi dengan klien. Pada pertemuan awal dengan Ny.S, perawat A memiliki tujuan untuk menumbuhkan rasa saling percaya dengan kliennya. Maka, perawat A harus berusaha agar tujuan awal tersebut dapat tercapai.
 c. Fase kerja. 
            Fase kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,1998). Fase kerja merupakan inti dari hubungan perawat dan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada fase kerja ini perawat perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi klien dan mengurangi ketergantungan klien pada perawat, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tugas perawat pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien dengan tepat. Perawat juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif. Strategi yang dapat dilakukan perawat A terhadap Ny.S ialah mengatasi penolakan perilaku adaptif Ny.S dengan cara menciptakan suasana komunikasi yang nyaman bagi Ny.S dengan cara:
*      Berhadapan dengan lawan bicara.Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (”saya siap untuk anda”).
*      Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
*      Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap  untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
*      Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural. Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.
*      Bersikap tenang. Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan  gerakan/bahasa tubuh yang natural.
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
d.Fase terminasi           
            Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
*      Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
*      Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat A bisa langsung menanyakan perasaan Ny. S dalam setiap akhir pertemuan dengannya.
*      Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT
            Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.    
            Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/ mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.



BAB IV
PENUTUP
Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

            Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan strategi yang tepat dalam berkomunikasi sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.

Daftar Pustaka

Suryani.2005.  komunikasi terapeutik; teori &praktik. Jakarta: EGC

Tim keilmuan keperawatan jiwa. 2009. Komunikasi Keperawatan mata ajar keperawatan dewasa III. Depok: FIKUI.

Cangara, Hafid. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. 2000. Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2002. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Perilaku dan komunikasi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, H. 1998. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta: EGC.

http://www.Nonviolent Communication.com     



No comments:

Post a Comment